Pemanfaatan sumber energi terbarukan yang berasal dari non-fosil dewasa ini menjadi sangat penting. Biogas merupakan sumber energi terbarukan berupa gas flammable yang dihasilkan dari proses degradasi material organik tanpa melibatkan oksigen yang disebut anaerobic digestion. Material organik yang dimaksud diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah rumah tangga, sampah perkotaan, atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobic. Semua jenis bahan organik tersebut dapat diproses untuk menghasilkan biogas, namun terkhusus lagi untuk sistem Biogas sederhana, bahan yang cocok hanyalah bahan organik (padat dan cair) homogen, seperti kotoran dan urin hewan ternak.
Sehubungan dengan tergabungnya Indonesia dalam misi inovasi pengembangan energi bersih dunia yang dideklarasikan oleh Presiden Joko Widodo bersama 19 pemimpin negara lainnya di Conference of Parties (COP) ke-21 Paris, Perancis pada 30 November 2015 lalu, maka Biogas dapat dijadikan sebagai salah satu jalan untuk mewujudkan misi tersebut. Merujuk pada keunggulan yang dimiliki oleh Biogas dibandingkan dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang juga berasal dari fosil namun keberadaannya semakin hari semakin terbatas, yakni sifatnya yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui. Hal tersebut diperkuat dengan kemanfaatan bahan-bahan kandungan Biogas.
Zat yang terkandung dalam Biogas cukup bervariasi tergantung pada sumber bahannya. Namun, secara umum Biogas mengandung 50-70% metana (CH4), 25-50% karbon dioksida (CO2), dan sejumlah kandungan lainnya dalam skala kecil seperti hidrogen (H2), nitrogen (N2), hidrogen sulphur (H2S), dan air (H2O) (Saputri dkk., 2014). Metana (CH4) sebagai kandungan yang paling banyak dalam Biogas adalah gas yang dapat digunakan sebagai bahan bakar, sifatnya yang tidak beracun, tidak berbau, dan lebih ringan dari udara (pembakaran metana (CH4) dikonversi menjadi molar ekivalen dari karbon dioksida (CO2) dan air (H2O)) menjadikannya sebagai bahan bakar yang aman untuk skala rumah tangga. Selain itu, pemanfaatan metana (CH4) dalam Biogas juga memegang peranan penting dalam manajemen limbah dan penyelamatan lingkungan hidup karena metana (CH4) merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon dioksida (CO2).
Selanjutnya kualitas Biogas dapat ditingkatkan lagi dengan menerapkan beberapa parameter. Pertama, menghilangkan kandungan hidrogen sulphur (H2S), karbondioksida (CO2), dan air (H2O). Hidrogen sulphur (H2S) mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi, jika Biogas mengandung senyawa tersebut makan dapat menyebabkan gas yang berbahaya sehingga konsentrasi yang diijinkan maksimal 5 ppm. Bila gas dibakar maka hidrogen sulphur (H2S) akan lebih berbahaya karena akan membentuk senyawa baru yang lebih beracun bersama oksigen (O2), yaitu sulphur dioksida (SO2) atau sulphur trioksida (SO3). Pada saat yang sama juga akan membentuk sulphur acid (H2SO3), sebuah senyawa yang lebih korosif. Parameter yang kedua adalah menghilangkan kandungan karbon dioksida (CO2) dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, sehingga gas dapat digunakan untuk bahan bakar kendaraan.
Biogas selain sebagai sarana pemanfaatan kotoran ternak menjadi bahan bakar, juga dapat membantu kelestarian lingkungan bersih dan memperoleh manfaat-manfaat lainnya seperti dihasilkannya pupuk yang baik untuk tanaman, mencegah perkembangbiakan lalat, dan mengurangi bau tidak sedap yang berarti ikut mencegah sumber penyakit. Maka dari itu, kemanfaatan Biogas yang relatif besar terhadap kehidupan yang mengarah pada pola hidup hemat dan lingkungan yang sehat akan sangat mendukung realisasi misi Indonesia dalam menciptakan inovasi pengembangan energi bersih dunia.